SENYUM SHAFA AZALIA

Sepuluh bulan lalu GBS membuat aku tidak lagi dapat menari, bermain dan sekolah. Semoga catatan ini dapat membagi pengetahuan kepada semua pengunjung blog ini..

Rabu, 27 Juli 2011

Aku dan kak Morgan SM*SH


Aku senang sekali dengan lagu-lagu SM*SH. Dengan televisi kecil yang ada di ruangan ICU-ku (sebelum ruang di mana aku dirawat sekarang) aku selalu melihat kakak-kakak SM*SH menari dan menyanyi. Hihihihi...aku senang menari lho. Kadang papa dan mama sering menyanyi di sampingku dan aku menari (tentu saja dengan posisiku yang berbaring aku cuma bisa menggerakkan sedikit badan dan tanganku).

Karena tahu aku senang dengan SM*SH, seorang suster di RS Carolus yang biasa merawatku berusaha menghubungi pihak SM*SH (terima kasih banyak ibu suster yang cakeep..mmmuaaach). Akhirnya 2 orang kakak dari SM*SH menjengukku. Dan yang paling bikin aku senang adalaaaaah... KAK MORGAN DATAAAANG !

Terima kasih kak Morgaaan.... Terima kasih kakak-kakak SM*SH !!

Jumat, 22 Juli 2011

Kondisiku hari ini : 22/7/2011


Alhamdulillaah... hari ini aku lebih sehat. Walau tadi malam aku sulit untuk tidur, tapi aku hari ini lebih sehat. Dan...hehehehe...tadi malam aku minta makan sama mama. Makanku tadi malam buaaaanyaaaak sekali.

Terima kasih do'anya ya om dan tante...

Semoga Allaah membalas kebaikan semuanya

Kamis, 21 Juli 2011

Kondisiku hari ini : 21/7/2011

Kamis, 21 Juli 2011 :

Kondisiku dalam beberapa hari belakangan ini kurang baik. Leukositku meningkat dan Hb ku menurun. Untuk menghindari kemungkinan terinfeksi/diserang penyakit lain, dokter melarang aku dijenguk oleh orang lain, selain mama dan papa.

Doakan aku cepat pulih ya..

200 Juta Rupiah !

Sampai hari ini papa dan mama sudah memiliki tunggakan (hutang) ke Rumah Sakit (hospital) sekitar Rp 200 juta.

Ya Allaah, mudahkanlah jalan papa dan mama untuk mendapatkan jalan melunasi hutang ini..

Amiin

Senin, 18 Juli 2011

Apakah GBS ?

Sejarah GBS

Pada tahun 1916 dua orang dokter dari Perancis, Jean-Alexander Barré dan Georges Charles Guillain membuat satu laporan ilmiah yang berisikan catatan-catatan dan hasil pengujian mereka terhadap sejumlah pasien yang menderita sebuah penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan secara bertahap. Berdasarkan laporan mereka, penyakit yang tidak menular namun sangat mengancam kehidupan ini dinamakan Gullain Barré Syndrome (GBS).

Sejauh ini penelitian-penelitian yang dilakukan belum dapat menemukan secara tepat enzim, hormon atau syaraf apa yang menyebabkan munculnya sekumpulan penyakit syaraf (polyneuritis) ini. Singkatnya para ahli belum menemukan penyebab utama munculnya penyakit ini. Satu-satunya bukti ilmiah yang didapat oleh para ilmuwan adalah bukti bahwa pada penderita GBS sistem kekebalan tubuh secara mandiri menyerang tubuh, oleh sebab itu GBS dikenal juga dengan auto-immune disease.

Apakah penyakit GBS ?

Tidak pernah dapat disimpulkan dengan satu definisi yang utuh apakah itu penyakit GBS. Namun yang paling mudah untuk memberikan penjelasan tentang penyakit ini adalah bahwa penyakit ini mengacaukan kerja system kekebalan tubuh mandiri (auto-immune disease) penderitanya dan tidak menular.

Kacaunya kerja auto-immune ini mengakibatkan terjadinya inflamasi pada susunan syaraf tepi (peripheral nerves) dan merusak kemampuannya. Akibatnya syaraf tepi tidak merasakan informasi-informasi sensorik. Hal ini akan membuat otak tidak menerima pertanda apapun untuk mengubahnay menjadi perintah tertentu ke anggota tubuh lainnya.


Bagaimana Munculnya Penyakit GBS ?

Pada sel tubuh yang normal sistem kekebalan tubuh akan memberikan perlawanan terhadap organisme asing yang masuk dan menyerang tubuh. Namun demikian pada GBS sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel (khusunya myelin dari axon) pada susunan syaraf tepi. Hal ini menyebabkan fungsi myelin dari axon secara bertahap rusak dan luka. Akibatnya syaraf pada susunan syaraf tepi berhenti meneruskan perintah. Dan yang terlihat adalah otot-otot yang berada di bahwa pengaruh susunan syaraf tepi kehilangan kemampuannya untuk mengikuti perintah otak dan sebaliknya otak pun hanya mendapat sedikit tanda dari tubuh.

Akhirnya tubuh pasien akan mengalami kemunduran sensorik yang berujung kepada ketidak mampuannya untuk merasakan sakit, tekstur, temperatur dan sensasi-sensai lainnya mem. Hal ini disebabkan oleh otak yang mungkin tidak menerima informasi tentang hal ini atau tubuh yang tidak menyampaikannya. Pada tahapan GBS yang kronis (lama) akan disertai munculnya infeksi yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus. Mungkin saja virus memanipulasi atau memodifikasi sel normal pada system syaraf sehingga sistem kekebalan tubuh menganggapnya benda asing dan berbahaya lalu mulai menyerangnya.

Gejala-Gejala (Syndrome) Pada GBS

Tanda-tanda awal penyakit ini terkesan sangat umum seperti perasaan pening yang berkepanjangan, demam, muntah-muntah dan rasa nyeri pada tungkai kaki,. Namun selanjutnya penderita GBS akan mengalami kelemahan yang sangat luar biasa. Umumnya disertai dengan rasa kebas pada kaki dan lengan yang mengakibatkan hilangnya kemampuan merasakan sensasi apapun di kedua organ tersebut serta wajah. Tanda-tanda lainnya sebagai efek lanjutan dari tanda-tanda di atas adalah pandangan yang mengabur serta berbicara dengan tidak jelas.

Pada beberapa kasus GBS merusak syaraf tepi yang berpengaruh terhadap sistem kerja paru-paru (pada sebagain besar penderitanya mengakibatkan munculnya penyakit paru) sehingga penderitanya mengalami gagal nafas.

Masa Peningkatan Penyakit GBS

Pada periode 2 hingga 4 minggu sejak dirasakan munculnya tanda-tanda awal penyakit GBS ini, kerusakan system syaraf tepi (peripheral nerves system) akan bertahap meningkat. Tindakan pemulihan secara total baru dapat dilakukan secara efektif setelah melewati masa 4 minggu ini.

Jika saja seseorang cukup jeli terhadap berkepanjangannya rasa pening, muntah-muntah, nyeri pada tungkai kaki, kebas pada tangan, kaki dan wajah yang muncul di tubuhnya (antara 0 – 2 minggu) mungkin tindakan pemulihan dapat dilakukan setelah sebelumnya didiagnosa menderita GBS. Tetapi umumnya penderita GBS abai, sebab tanda-tanda awal itu begitu umum.

Memang mendiagnosa penyakit GBS bukan juga suatu kerja yang mudah sebab hingga saat ini belum ditemukan suatu tes yang paling akurat untuk menemukan dideritanya penyakit GBS ini pada seseorang. Namun paling tidak catatan-catatan hasil penelitian ilmiah dan beberapa tes dapat memberikan dugaan tepat apakah seseorang menderita GBS atau tidak.

Tes-tes medis yang biasa dilakukan adalah tes refleks, uji fisikal, tes CSF protein dari sumsum tulang belakang, tes antibodi darah, NCV (Nerve Conduction Velocity) test dan banyak tes lainnya.

Pengobatan yang dilakukan

Tepatnya adalah tindakan pemulihan bukan pengobatan. Hal ini disebabkan sebagaimana penyebab penyakit ini, obat untuk penyembuhannya juga belum ditemukan. Yang umum dilakukan oleh para dokter adalah mencegah kerusakan lebih parah terhadap organ-organ tubuh yang “lumpuh” dan membantu pasien mengatasi permasalahannya akibat lumpuhnya organ-organ tubuh tersebut.

Tindakan awal yang biasa dilakukan terhadap penderita GBS adalah plasmapherisis yang akan menghilangkan racun/zat berbahaya (detoxify) untuk membuang antigen atau plasma asing berbahaya lainnya dari dalam darah melalui pengenceran albumin atau unsure artificial lainnya. Plasmapherisis adalah pengambilan plasma dari sel darah merah lalu mengembalikan sel darah merah tersebut ke dalam tubuh. Pertukaran plasma ini dan IVIG (Intravenous Immune Globulin) terbukti memberikan hasil yang positif yang ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah hari penyembuhan hingga 50%.

Pada beberapa kasus GBS dimana pasien mengalami gagal nafas,(secara statistik 30% dari jumlah penderita GBS akan mengalami hal ini) tindakan yang dilakukan adalah dengan memasang ventilator (alat yang akan membantu pasien untuk mendapatkan udara ketika bernafas) bahkan pihak medis menambahkan tindakan tracheotomy (membuat lubang pada saluran batang tenggorokan kemudian memasang selang yang disambungkan ke sebuah alat) untuk memperlancar tenggorokan yang sering dipenuhi lendir dahak (slam).

Dari catatan statistik pasien GBS rata-rata akan pulih setelah 1 tahun mendapatkan perawatan yang benar. Dan hanya 3% - 4% dari jumlah penderita GBS yang mendapatkan perawatan ini baru pulih dalam waktu lama atau bahkan berakhir dengan kematian..

Prognosis

1. Hampir 30% dari orang yang pernah menderita penyakit GBS akan merasakan kelemahan yang masih tersisa walau setelah 3 – 5 tahun kemudian
.
2. Diperkirakan 3% menderita penurunan kualitas kerja otot, sensasi geli dan kelemahan yang tetap ada hingga bertahun-tahun kemudian.


Persoalan Yang Dihadapi Penderita GBS

Catatan-catan ilmiah menunjukkan bahwa walaupun GBS adalah sebuah penyakit yang masih banyak diliputi ketidak jelasan namun bukanlah sebuah penyakit yang mengakibatkan kematian dalam jumlah tinggi. Akan tetapi beberapa hal penting akan membalik hal itu disebabkan oleh :

1. Kurang tersebarnya informasi tentang penyakit ini. Salah satu buktinya adalah pengabaian terhadap tanda-tanda awal munculnya GBS (yang sangat umum).

2. Penanganannya menyerap biaya yang sangat tinggi (mahal) mulai dari tes-tes yang dilakukan hingga pengobatan. Bisa dibayangkan berapakah biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang penderita GBS (keluarganya) untuk menjalankan tes-tes awal, pengobatan yang khusus, pemakaian alat-alat tertentu untuk membantu kerja organ-organ tubuh yang rusak/lumpuh dan biaya perawatan di rumah sakit yang sangat kompleks.


diterjemahkan dari berbagai sumber

Jumat, 06 Mei 2011

Inilah aku...

Namaku panggilanku Shafa, lengkapnya Shafa Azalia Zulkarnain. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara yg lahir pada tanggal 30 Desember 2006, Nama papaku Zulkarnain dan mamaku Wina. Kakak pertamaku Nadia telah tiada dikarenakan sakit meningitis di usia 1 tahun 2 bulan dan yg kedua laki2 namanya Naufal. Usianya 12 tahun. Dia sekarang sekolah kelas 6 SD.

Aku memang anak yg sering memiliki masalah dengan kesehatan. Di usia 6 bulan aku sdh dirawat inap di rumah sakit Kramat 128 dg diagnosa slem yg sulit dikeluarkan. Hampir 2 minggu aku dirawat disana. Pada saat usiaku menginjak 3 tahun 4 bulan aku masuk rumah sakit yg sama selama lebih kurang 1 minggu dan dirawat lagi dg indikasi diare. Selepas keluar dari rumah sakit mulailah kondisi kesehatanku kurang baik. Aku mulai sulit makan dan tubuh mulai kurus. Mama dan Papa kembali mambawa aku periksa ke dokter langganan. Aku di rongent dan ada indikasi katanya kena flek di paru2. Aku mulai minum obat bronchitis rutin selama 6 bulan. Kondisiku bulannya membaik malah semakin memburuk. Berat badan turun krn aku kesulitan menelan makanan. Nafasku sering sesak dan fatalnya setelah obat tsb habis malamnya aku sesak hebat.

Tanggal 15 oktober 2010 aku masuk lagi di rumah sakit yg sama. Dokter mendiagnosa aku dg gagal nafas. Secepatnya aku harus diberikan Ventilator yaitu alat bantu nafas yg sayangnya dirumah sakit tersebut tidak ada yg standby. Papaku dan dokter berusaha mencari dan menelpon setiap rumah sakit yg mempunyai ventilator yg standby. Barulah pada tanggal 17 oktober 2010 ada seorang perawat yg memberitahu ke orangtuaku bahwa di Rs. Carolus aku bisa dapat ventilator. Mulailah hari itu aku pindah ke sana. Sorenya kondisiku semakin memburuk, dokter segera memasang alat tersebut. Kedua orangtuaku tampak begitu sedih dan terpukul. Besoknya setelah dipasang alat tsb melalui mulut kondisi sdh sedikit membaik namun aku jadi tidak bisa bicara dan makan. Tiga minggu pertama observasi barulah aku diketahui mengindap penyakit GBS (Guillain Barre Syndrom). GBS juga dikenal sebagai penyakit Autoimun yg mana penyakit tbt menyerang sistem saraf dan otot.

GBS merupakan penyakit langka. Tubuhku sendiri diserang penyakit tsb pada bagian otot pernafasan. Selama satu bulan selang tsb dipasang di mulut melalui tenggorokan. Dokter menyatakan bahwa hal ini tidak diperbolehkan terus menerus terpasang melalui mulut. Maka setelah itu aku mulai dioperasi trakheastomi yaitu melubangi leher diatas dada untuk pemasangan selang ventilator. Demikian ceritaku. Sampai tulisan ini dibuat aku masih tetap berada di ruang icu. Entah sdh berapa ratus juta orangtuaku mengeluarkan biaya untuk agar aku tatap bisa dirawat. Saat inipun mereka masih menunggak biaya rumah sakit sebesar 100 juta lebih. Entah sampai berapa lama orangtuaku harus terus seperti ini. Aku kasihan dan sayang sekali kepada mereka seperti mereka yg dg ikhlas merawat aku...

Jakarta, April 2011
Shafa Azalia Zulkarnain